Sabtu, 30 Januari 2010

batuan beku, sedimen dan metamorf ( tugas koe,,)


BATUAN
Batuan tersusun atas bahan yang disebut mineral, yang merupakan senyawa kimia padat yang terbentuk secara alami. Jadi mineral adalah bahan pembentuk batuan. Batuan dapat tersusun oleh satu mineral atau campuran beberapa macam mineral.
Batuan dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1. Batuan bekuan disusun oleh mineral hasil pembekuan magma.
2. Batuan endapan sebagai hasil pengendapan rombakan batuan yang diangkut oleh air (sungai) dan terendapkan pada suatu cekungan seperti laut, danau, sungai atau rawa.
3. Batuan malihan berasal dari batuan bekuan dan batuan endapan yang termalihkan susunan mineralnya atau batuan malihan yang termalihkan ulang. Pemalihan susunan mineral disebabkan karena peningkatan suhu dan tekanan
STUKTUR BATUAN BEKU
1. Masif, struktur ini tidak menunjukkan adanya suatu sifat aliran atau fragmen batuan lain yang tertanam.
2. Pillow lava merupakan struktur yang terbentuk seperti bantal atau berbentuk bantal
3. Joint, dibagi dua yaitu :
a. Columnar jointing, berbentuk seperti tiang-tiang atau tegak lurus terhadap permukaan bumi.
b. Sheeting jointing, bila kekar berbentuk seperti lembaran-lembaran sejajar dengan permukaan bumi.
4. Vesikuler, apabila struktur tersebut terlihat suatu lubang-lubang bekas keluarnya gas dan lubang-lubang tersebut teratur.
5. Skoria merupakan struktur yang menampakkan lubang-lubang namun arahnya tidak teratur.
6. Amigdaloidal, struktur yang berlubang, akan tetapi lubang tersebut telah terisi mineral skunder.
7. Xenolit, struktur yang memperlihatkan fragmen dari batuan yang tertanam dalam masa batuan. Ini akibat peleburan yang tidak sempurna dari batuan samping di dalam magma yang mengintrusi.
8. Autobrecchia, struktur yang memperlihatkan adanya fragmen lava yang tertanam pada lava.


STUKTUR BATUAN SEDIMEN
1. StrukturSedimenPrimer
Struktur ini merupakan struktur sedimen yang terbentuk karena proses sedimentasi dapat merefleksikan mekanisasi pengendapannya. Contohnya seperti perlapisan, gelembur gelombang, perlapisan silang siur, konvolut, perlapisan bersusun, dan lain-lain. (Suhartono, 1996 : 47)

Struktur primer adalah struktur yang terbentuk ketika proses pengendapan dan ketika batuan beku mengalir atau mendingin dan tidak ada singkapan yang terlihat. Struktur primer ini penting sebagai penentu kedudukan atau orientasi asal suatu batuan yang tersingkap, terutama dalam batuan sedimen. Struktur yang terbentuk sewaktu proses pengendapan sedang berlangsung termasuk lapisan mendatar (flat bedding), lapisan silang, laminasi, dan laminasi silang yang mikro (micro-crosslamination), yaitu adanya kesan riak. (Mohamed, 2007).

2. StrukturSedimenSekunder
Struktur yang terbentuk sesudah proses sedimentasi, sebelum atau pada waktu diagenesa. Juga merefleksikan keadaan lingkungan pengendapan misalnya keadaan dasar, lereng dan lingkungan organisnya. Antara lain : beban, rekah kerut, jejak binatang.

3. Struktur Sedimen Organik
Struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme, seperti molusca, cacing atau binatang lainnya. Antara lain : kerangka, laminasi pertumbuhan.

STUKTUR BATUAN METAMORF
Struktur batuan ini terbagi menjadi dua yaitu
a. Struktur Foliasi
Struktur foliasi merupakan struktur yang memperlihatkan adanya suatu penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :
- Struktur Slatycleavage
- Struktur Gneissic
- Struktur Phylitic
- Struktur Schistosity
b. Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi merupakan struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :
- Struktur Hornfelsik
- Struktur Milonitik
- Struktur Kataklastik
- Struktur Flaser
- Struktur Pilonitik
- Struktur Augen
- Struktur Granulosa
- Struktur Liniasi
SESAR DAN KEKAR
- Kekar merupakan rekahan tanpa atau tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahannya.
- Sesar merupakan suatu bidang rekahan yang telah mengalami pergeseran (D.M. Ragen, 1973).
Jadi biasanya kekar terjadi terlebih dahulu kemudian terbentuk sesar.
Seperti gambar pembentukan sesar turun dibawah ini :

Macam-macam sesar

1. Sesar normal
Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun





2. Sesar mendatar
Pergerakan dari sesar ini horizontal. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar, bila bidang didepan bergerak kekiri seperti diagram disebut mendatar sinistal, dan sebaliknya sesar mendatar dekstral.
3. Sesar oblique
Pergerakan dari sesar ini gabungan antara horizontal dan vertikal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan sesar mendatar dan sesar normal.




4. Sesar translasi
Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus. Biasanya Hanging wall relatif naik terhadap foot wall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar naik. Umumnya sesar normal dan sesar naik pergerakannya hanya vertikal, jadi sering disebut sebagai sesar dip-slip.






5. Sesar gunting
Pergerakan dari sesar ini juga sama dengan sesar oblique yaitu horizontal dan vertikal. Sesar yang pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang bekerja sama dengan sesar normal.




KLASIFIKSI SESAR



Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya (Anderson, 1951) :
• Thrust fault, jika pola tegasan utama maksimum dan intermediet adalah horizontal.
• Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.
• Wrench fault (strike slip fault), jika suatu pola tegasan utama maksimum dan minimum adalah gorizontal.

Berdasarkan besar rake dari net slip (Billinge 1977).
1. Strike dip fault, jika net slip sejajar dengan strike sesar tidak ada komponen dip slip. Besar rake net slip 0o.
2. Dip slip fault, jika rake net slip adalah 90o sehingga tidak ada komponen strike dip.
3. Diagonal slip fault, jika rake net slip lebih besar 0o dan lebih kecil dari 90o. Sehingga disini mempunyai komponen dip slip.
Klasifikasi Sesar oleh E.W.Spencer, 1977”
Sesar translasi yaitu Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus
Sesar rotasi yaitu jenis sesar yang pergeserannya mengalami perputaran

MACAM-MACAM KEKAR
Kekar atau rekahan berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Mikro joint
b. Master joint
Berdasarkan bentuknya kekar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Kekar sistematik
b. Kekar tak sistematik
Berdasarkan cara terbentuknya kekar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Kekar pengkerutan
b. Kekar lembaran
c. Kekar tektonik
Berdasarkan genesanya kekar tektonik ini dibagi lagi menjadi dua yaitu :
a. Kekar gerus (shear joint)
b. Kekar tarik (Tension joint ) dibagi atas :
1. Extension joint
2. Release joint
Berdasarkan kedudukan bidang lapisan batuan, kekar ini dibedakan menjadi :
- Dip joint
- Strike joint
- Bedding joint
- Diagonal joint

tanjung ulie































metode perhitungan cadangan

PERHITUNGAN CADANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE KRIGGING




Oleh
KELOMPOK V
1. ISMAIL ASRI
2. JUMAHIR BADRUN
3. MUNAWAR ADJDIN
4. RUSNA LANURDIN
5. SYAHJUANTO FATARUBA
6. NURHIKMAH


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALUKU UTARA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
TERNATE
2009
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah dan kalimat yang paling sempurna melainkan puja dan puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kita rahmat dan karunia-Nya terutama rahmat Iman, Islam, kesehatan, dan kesempurnaan sehingga penulis dapat menyusun makalah ini sesuai dengan kemampuan penyusun yang berjudul ”METODE PERHITUNGAN CADANGAN PADA METODE KRIGGING”.

Penyusun menyadari sepenuhnya dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki semaksimal mungkin dengan harapan semoga dapat berguna kelak dikemudian hari terutama bagi semua rekan-rekan akademis.

Segala usaha penyusun tidak lepas dari berbagai pihak yan telah membantu, baik moral maupun materil dan secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin ucapkan banyak terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada “ Dosen Mata Kuliah”

Akhirul kalam, penyusun menyadari bahwa hakekat sebagai manusia biasa membuat penyusun yakin dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan baik itu dari segi penulisan, sistematika penyusunan makalah ataupun sumber-sumber makalah yang didapat oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penyusun berharap agar saran ataupun kritik mengenai makalah ini selalu ada sebagai sarana pembelajaran guna demi kemajuan dan kepentingan bersama tentunya.


Ternate,1 Juni 2009


Penyusun

ABSTRAK

Istilah kriging diambil dari nama seorang ahli, yaitu D.G. Krige, yang pertama kali menggunakan korelasi spasial dan estimator yang tidak bias. Istilah kriging diperkenalkan oleh G. Matheron untuk menonjolkan metode khusus dalam moving average terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan varians dari hasil estimasi. Jadi metode kriging Kriging sebagai metode interpolasi membutuhkan proses inversi matriks korelasi antar sample. Secara empiris, observasi yang berada jauh dari titik interpolasi cenderung memiliki bobot nol atau negative (screen effect).
Metode kriging menghasilkan estimator tidak bias terbaik (the best unbiased estimator, BLUE) dari variabel yang ingin diketahui nilainya. Sampel data dalam geosains biasanya diambil di tempat yang tidak beraturan. Komputer akan bekerja hanya dengan data digital yang teratur (misal kalau akan menggambar konturnya). Untuk itu perlu dibuat jejala (grid) yang teratur, dimana sampel data harus ditempatkan untuk bisa diproses oleh komputer.
Masalahnya adalah bagaimana memperkirakan (mengestimasikan) sampel data pada titik-titik grid yang ada dari data sampel yang tersebar secara tidak teratur. Banyak cara untuk mengestimasi nilai data di titik grid tersebut, yang pada umumnya menggunakan korelasi spasial, antara lain adalah kriging. Bila di semua titik telah diestimasi nilai datanya (teratur), berarti data untuk automatic contouring dengan computer sudah siap pakai.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Batasan masalah
1.4 Tujuan Penulisan
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Metode Krigging
2.2. Paragenesis Pembentukan Batubara
2.3. Genesa Endapan Batubara

BAB III. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Cadangan (reserves) adalah bagian dari sumber daya terindentifikasi dari suatu komoditas mineral ekonomi yang dapat diperoleh dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum atau kebijakan. Cadangan merupakan bagian dari sumber daya yang berdasarkan kelayakan ekonomi dan ditinjau dari berbagai aspek, bahan galian tersebut dapat ditambang. Aspek yang menentukan kelayakan suatu bahan tambang adalah ekonomi, teknologi, (penambangan dan pengolahan) pemasaran, lingkungan, social, peratutan perundang-undangan dan kebijaksanaan pemerintah. Adapun cadangan (reserves) dikelompokkan menjadi kategori yaitu :

Klasifikasi cadangan (reserves) yaitu :
1, Cadangan hipotetik adalah cadngan suatu bahan galian yang bersifat deduktif / dugaan dari kemungkinan factor-faktor geologi yang mengontrolnya atau dugaan dari hasil penyelidikan awal. Tingkat keyakinan cadangan sebesar (10-15)% dari total cadangan yang diduga.
2. Cadangan tereka adalah cadangan suatu bahan galian yang perhitungannya didasarkan atas tinjau lapangan dengan tingkat keyakinan cadangan (20-30) % dari total cadangan yang ada.
3. Cadangan terindikasi adalah suatu bahan galian yang perhitungannya didasarkan atas penilitian lapangan dan hasil analisa laboratorium dengan tingkat keyakinan cadangan (50-60) % dari total cadangan terindikasi.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun dalam pembuatan makalah dikemukakan beberapa masalah yang dihadapi dalam menghitung jumlah cadangan batu bara dengan menggunkan metode krigging antara lain:
1. bagaimana rumus metode krigging ?
2. bagaimana cara menggunakan metode krigging pada batu bara?
1.3 Batasan masalah
Dalam penyusunan makalah ini hanya dibatasi pada penggunaan metode krigging, genesa batu bara, dan paragenesis batubara
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengindentifikasi serta dapan menggunakan metode-metode perhitungan cadangan yang cocok untuk masing-masing tipe endapan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 pengertian Metode Krigging
Kriging yaitu suatu teknik perhitungan untuk estimasi atau simulasi dari suatu variabel terregional (regionalized variable) yang memakai pendekatan bahwa data yang dianalisis dianggap sebagai suatu realisasi dari suatu variabel acak (random variable), dan keseluruhan variable acak dalam daerah yang dianalisis tersebut akan membentuk suatu fungsi acak dengan menggunakan model struktural variogram atau kovariogram (Dr. Ir. Rukmana Nugraha Adhi, 1998).

Kriging adalah penaksiran geostatistik linier tak bias yang paling bagus untuk mengestimasi kadar blok karena menghasilkan varians estimasi minimum ’ BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). (Dr. Ir. Totok Darijanto, 2003). Kriging diambil dari nama seorang pakar geostatistik dari Afrika Selatan yaitu D.G Krige yang telah banyak memikirkan hal tersebut sejak tahun 50an.

Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya.

Perhitungan dengan metoda kriging ini kadang-kadang terlalu kompleks untuk suatu komoditi tertentu. Hal ini sangat bermanfaat jika dilakukan pada penentuan cadangan-cadangan yang mineable dengan kadar-kadar di atas cut off grade.

Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya.

Nilai estimasi (1) dan variabel estimasi kriging (2) yang ditentukan dengan metoda geostatistik untuk suatu variabel terregional disetiap support V adalah sebagai berikut (Gambar 1) ;
a). Blok Teratur

b). Blok Tidak Teratur

Perhitungan dengan metoda kriging ini kadang-kadang terlalu kompleks untuk suatu komoditi tertentu. Hal ini sangat bermanfaat jika dilakukan pada penentuan cadangan-cadangan yang mineable dengan kadar-kadar di atas cut off grade.

Sebagai conto hubungan antara analisa conto dengan harga analisa blok bijih (harga sebenarnya) yang terpencar membentuk elips (Gambar. 3) kemudian tarik garis regsresi melalui titik 0 dan titik (},~), selanjutnya bagi elips tersebut dengan cut off grade zc = Zc = 5 % menjadi empat bagian.

Gbr. 3.
Pencaran data antara kadar conto vs. kadar blok yang memperlihatkankesalahanPenambangan


Daerah 1 : Semua blok dengan kadar > cog yang sesuai dengan kadar conto > cog
ditambang
Daerah 2 : Semua blok dengan kadar < cog yang sesuai dengan kadar conto < cog
ditambang
Daerah 3 : Semua blok dengan kadar < cog yang sesuai dengan kadar conto > cog
ditambang

Daerah 4 : Semua blok dengan kadar > cog yang sesuai dengan kadar conto < cog ditambang

Jika garis regresi B-B yang menunjukkan hubungan antara conto dan kadar blok diplot, maka blok-blok dengan kadar 5% juga akan ditambang walaupun kadar conto kadar 3,5% (Gambar.3). Daerah 4 pada Gambar 1 yang baik tertambang karena kesalahan informasi menjadi kecil, sementara itu daerah 3 yang ditambang walaupun berkadar rendah menjadi lebih besar,
walaupun demikian secara keseluruhan daerah dengan blok-blok yang mempunyai kadar > cut off grade (5%) dan ditambang menjadi lebih besar.
Berdasarkan analisis variogram, Matheron memberikan koreksi perkiraan kadar pada suatu blok yang tidak hanya dipengaruhi oleh conto di dalam blok saja, tetapi juga pada conto-conto disekitarnya.

Melalui koreksi ini bentuk elips akan lebih kurus/sempit dengan batas-batasnya mendeteksi garis regresi yang membentuk sudut 450. Jumlah conto dan pasangan bloknya pada daerah 3 dan daerah 4 yang menyatakan kadar rendah ditambang atau kadar tinggi tidak ditambang akan berkurang.


2.2. Paragenesis Pembentukan Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
4. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

2.3. Genesa Endapan Batubara

Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period)-dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.

Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing --masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan


Metode kriging menghasilkan estimator tidak bias terbaik (the best unbiased estimator, BLUE) dari variabel yang ingin diketahui nilainya. Sampel data dalam geosains biasanya diambil di tempat yang tidak beraturan. Komputer akan bekerja hanya dengan data digital yang teratur (misal kalau akan menggambar konturnya). Untuk itu perlu dibuat jejala (grid) yang teratur, dimana sampel data harus ditempatkan untuk bisa diproses oleh komputer.
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).

3.2. Saran
Dari kesimpulan diatas, maka kami , menyarankan agar untuk menghitung pembobotan kadar dalam menggunakan metode krigging.

metode pengeboran

METODE EKSPLORASI PENGEBORAN
Dalam sejarah eksplorasi telah banyak jenis bor yang dipakai. Berikut adalah penggolongan jenis bor eksplorasi :
1. Bor Tangan
 Bor spiral
 Bor bangka
2. Bor Mesin Putar
 Bor mesin ringan
 Bor inti (core drill)
 Bor putar biasa (rotary drill)
 Bor-alir balik (counterflush drill)
3. Bor Mesin tumbuk (cable tool)

Sebetulnya sulit untuk melakukan penggolongan metoda pengeboran. Alat bor tangan banyak yang dikembangkan dengan dilengkapi motor kecil, sedangkan banyak alat bor mesin yang dipasang pada truk dirancang untuk pemboran dangkal. Alat bor mesin putar berkisar dari yang portable sampai alat bor raksasa untuk eksplorasi minyak dan gas bumi.

PEMBORAN TANGAN

Metoda ini dipakai untuk eksplorasi dangkal seperti placer deposit dan residual deposit. Metoda ini digunakan pada umumnya pada tahapan eksplorasi rinci, namun adakalanya secara acak dan setempat dilakukan pada tahap eksplorasi tinjau, terutama pada subtahap prospeksi umum.
Ada 2 jenis alat ini, yaitu Bor tangan spiral (Auger drilling) dan Bor bangka (BBB).

Pemboran Spiral/Bor Spiral Auger Drilling
Seperti penarik tutup notol, diputar dengan tangan. Contoh melekat pada spiral, dicabut pada interval tertentu (tiap 30 – 50 cm).
Hanya sampai kedalaman beberapa meter saja, baik untuk residual deposit (bauxite, lateritic nickel) dan sebagainya.

Pemboran Bangka/Bor Bangka (BBB)
Suatu alat bor tangan dikembangkan di Indonesia. Suatu alat selubung (casing) diberi platform, di atas mana beberapa orang bekerja. Pada prinsipnya sama dengan bor spiral dan tumbuk. Batang bor terdiri dari pipa masif yang disambung-sambung, dengan berbagai bit :
1. Spiral
2. Senduk
3. Pahat/bentuk pahat (dihubungkan)
Pengambilan contoh dalam hal yang ditumbuk dengan bailer. Sambil bor berjalan, dengan gerakan putar dan tumbuk, casing secara otomatis menurun, karena beban orang di atas flatform.
Metoda ini dipakai untuk eksplorasi dangkal, seperti placer deposit dan residual deposit. Ada 2 jenis alat ini, yaitu Bor tangan spiral (Auger drilling) dan Bor bangka (BBB).

Pengamatan Dan Perekaman Data Geologi
Data geologi yang didapatkan dari pemboran tangan jarang berupa batuan, tetapi pada umumnya berupa tanah atau batuan lapuk, dan sedimen lepas. Contoh yang didapatkan bukan merupakan contoh yang utuh (undisturbed sample), tetapi conto yang terusik (disturbed sample). Ketelitian lokasi kedalaman conto tergantung pula dari jenis matabor yang digunakan.
Conto dari bor Spiral berupa tanah/lapukan batuan yang melilit pada spiral, dan mewakili selang kedalaman setiap kali batang bor dimasukkan sampai ditarik kembali, sehingga selang kedalamannya dapat diatur, apakah setiap 50 cm atau setiap meter, tetapi maksimal tentu sepanjang spiral.
Conto dari matabor sendok lebih terancam pencampuran, sedangkan yang menggunakan bumbung dengan katup lebih mewakili kedalaman yang tepat. Matabor ini lebih banyak digunakan untuk sedimen lepas, dan setiap conto mewakili selang kedalaman dari mulai batang dimasukkan sampai ke pencabutan.
Pada sistem bor Bangka, conto yang diambil lebih terpercayya karena penggunaan pipa selubung yang terus menerus, mengurangi pencampuran dari guguran dinding bor.

Perekaman Data
Pada umumnya data berupa litologi, serta batas-batasnya dan dapat dinyatakan dalam penampang berkolom atau profil yang dapat pula disebut sebagai log. Selain itu data kekerasan kualitatif dapat dicatatkan pula, demikian pula data muka air tanah yang dijumpai.

PEMBORAN MESIN PUTAR

Ada berbagai macam jenis mesin bor putar, dari yang portable sampai pemboran raksasa seperti pada pemboran minyak yang dapat mencapai kedalaman beberapa kilometer. Ada berbagai jenis, dari mulai packsack (dapat diangkat di atas punggung) sampai bor besar harus dipreteli atau diangkat di truck.
Alat pemboran (yang disebut drilling-rig) dinilai dari kemampuannya untuk mencapai kedalaman, kemampuan pengambilan conto batuan dan kemampuan menentukan arah. Selain itu juga kemampuan bergerak di medan merupakan salah satu hal diperhatikan. Mesin-mesin pemboran putar ini mempunyai prinsip yang sama, namun berdasarkan kemampuannya dapat dibagi sebagai berikut :
 Bor mesin ringan (portable drilling rig)
 Bor mesin inti (diamond drilling rig)
 Bor mesin rotari (rotary drilling rigs)
 Bor mesin alir-balik (counterflush drilling rig)

Prinsip operasi mesin pemboran putar
Pada prinsipnya pemboran mesin putar mempunyai prinsip yang sama, yaitu :
1. Lubang dalam formasi dibuat oleh gerakan putar dari pahat untuk mengeruk batuan dan menembus dengan suatu rangkaian batang bor yang berlobang (pipa).
2. Rangkaian pipa bor disambungkan pada mesin sumber penggerak dengan berbagai macam alat transmisi, seperti kelly dan rotary table, chuck ataupun langsung.
3. Sumber penggerak (mesin bensin, diesel dan sebagainya) atau dengan perantaraan kompresor/motor listrik.
4. Pelumas/pendingin (air, lumpur, udara). Cairan pelumas dipompakan lewat pipa, keluar lewat pahar bor kembali lewat lobang bor di luar pipa (casing) atau sebaliknya.
5. Pompa sebagai penggerak/penekan cairan pelumas.
6. Pipa/batang di atas tanah ditahan/diatur dengan menggantungkannya pada suatu menara/derrick dengan sistem katrol atau dipandu lewat suatu rak (rack) untuk keperluan menyambungnya atau mencabut serta melepaskannya dari rangkaian.
7. Untuk memperdalam lubang bor rangkaian pipa bor ditekan secara hidrolik atau mekanik maupun karena bebannya sendiri.
8. Conto batuan hasil kerukan mata bor didapatkan sebagai :
a. Serbuk atau tahi bor (drill-cuttings) yang dibawa ke permukaan oleh lumpur bor atau air pembilas. Serbuk penggerusan batuan dibawa oleh air pembilas ke permukaan sambil mendinginkan mata bor.
b. Inti bor (drill core) yang diambil melalui bumbung pengambil inti (core barrel).
9. Untuk pengambilan inti mata bor yang digunakan bersifat bolong di tengah sehingga batuan berbentuk cilinder masuk ke dalamnya dan ditangkap oleh core barrel. Mata bor ini biasanya menggunakan gigi dari intan atau baja tungsten.
10. Bumbung inti (core barrel) diangkat ke permukaan
a. Dicabut dengan mengangkat seluruh rangkaian batang bor ke permukaan setiap kali seluruh bumbung terisi.
b. Dicabut lewat tali kawat (wireline) melalui lubang pipa dengan kabel).
11. Pipa selubung penahan runtuhnya dinding lubang bor (casing) dipasang setiap kedalaman tertentu tercapai, untuk kemudian dilanjutkan dengan matabor yang berukuran kecil (telescoping). Pipa selubung dipasang untuk mengatasi adanya masalah seperti masuknya air formasi secara berlebihan (water influks), kehilangan sirkulasi lumpur pemboran karena adanya kekosongan, dalam formasi, atau lemahnya lapisan yang ditembus.

Dalam mendesain program pemboran dan memilih jenis alat bor harus diperhatikan :
1. Kapasitas kedalaman (tergantung dari) :
a. Besanya kekuatan mesin sumber pengerak yang dinyatakan dengan Tenaga Kuda (HP).
b. Kekuatan alat penyangga atau menara serta derek untuk menarik beban rangkaian sampai kedalaman yang dituju.
c. Besarnya garis tengah pipa bor sesuai dengan besarnya inti yang diminta.
d. Kekuatan pompa untuk dapat menyalurkan lumpur sampai kedalaman yang dituju.
2. Mobilitas, dapat bergerak sendiri (skids, truck) atau kemungkinan untuk dipreteli atau/dan diangkat dengan tenaga manusia ataupun dengan helicopter.
3. Kemampuan pemboran miring.
4. Keperluan dan besarnya inti yang diminta.
5. Perolehan inti (core recovery) (tergantung dari jenis core barrel)

Peralatan Mesin Bor :
Mata Bor :
a. Macam-macam, terdiri dari intan, baja, dan bentuk, termasuk kadang-kadang untuk tanpa pengambilan inti.
b. Ukuran mata bor : AX, BX sampai NX, sesuai dengan corebarrel.
Bumbung Inti (Corebarrel) :
Berbagai jenis dan ukuran :
a. Ukuran sesuai mata bor
b. Jenis :
1. Double-tube core-barrel
2. Triple-tube core-barrel (recovery faktor lebih dari 90%)
a. Dengan batang bor
b. Dengan tali-kawat (Wire-line)
Pipa bor dan Selubung :
1. Berbagai ukuran
2. Berbagai jenis logam
Menara Bor : Tergantung tujuan kedalaman akhir pemboran serta kenampakannya maka mesin pemboran dilengkapi suatu menara untuk mengendalikan pipa bor yang berupa sistim rak, kaki tiga sederhana maupun derrek.
Cara Penekanan :
1. Mekanis (dongkrak)
2. Hidraulis
3. Bobot rangkaian pipa
Sumber Tenaga Penggerak :
1. Diesel
2. Bensin
3. Pneumatic (compressor)
4. Listrik
Besar/kecilnya sumber penggerak menentukan kapasitas kedalaman.

Sistem pembilas :
Pembilasan dapat dilakukan dengan udara, air maupun lumpur.
Pemboran dengan udara (air drilling) : untuk daerah-daerah yang sulit air, ataupun pemboran didalam terowongan dapat dipertimbangkan penggunaan udara sebagai pembilas/pendingin matabor, dalam hal mana disiapkan mesin compressor.
Pemboran dengan air atau lumpur : untuk ini harus dipersiapkan mesin pompa dengan kapasitas tekan dan penyedotan lumpur pemboran yang sesuai dengan kedalaman yang dituju. Selain itu diperhatikan jarak dari sumber air yang memerlukan sistim pompa dan rangkaian pipa air untuk penyaluran, maupun penggunaan truk tangki air. Lumpur biasanya dipakai bentonit yang diperdagangkan secara komersial. Kekentalan dari lumpur dapat diatur dengan menentukan berat jenisnya.
Penggolongan Mesin Bor Putar

Mesin Bor Ringan (Portable Drilling Rig)

Khas dari pemboran ini selain mudah diangkut secara manual adalah pada umumnya menggunakan topdrive dengan motor bakar kecil (2 tak) yang ikut turun naik dengan turun/naiknya batang bor yang dipandu oleh rel atau rack. Tekanan pada matabor dapat ditingkatkan dengan menyuruh orang mendudukinya (awak mesin bor 20-26).
Alat bor ini dapat dipreteli dalam bahagian-bahagian kecil dan dapat diangkut oleh orang secara manual. Kapasitas alat bor ini hanya maksimum 50 meter, banyak digunakan untuk pemboran seismik (shot holes) dan sering merupakan rakitan sendiri dengan menggunakan mesin pompa. Laju tembus adalah 30-40 m/hari, relatif sangat murah. Pengambilan inti tidak dimungkinkan. Biaya $5.90/hari
Termasuk alat bor kecil dengan topdrive ini adalah yang dipasang pada truck, dengan memasangi rak (rel) yang memandu batang bor, dimana morot penggeraknya dipasang pada ujung atas batang bor, dan mesin bergeser ikut dengan turunnya dengan batang bor. Dengan topdrive ini pemboran miring dimungkinkan secara terbatas dengan memiringkan raknya.
Berbagai jenis/merk pemboran :
Bor Mesin Portable
a. Packsack (kapasitas 10 meter), dapat diangkut seorang diri
b. Koken
c. Rakitan lokal

Mesin Pemboran Inti (Diamond Drilling Rigs)

Alat pemboran ini adalah alat standart dan yang paling populer untuk eksplorasi cebakan mineral. Nama Diamond Drilling Rig digunakan karena alat ada yang paling banyak dipakai untuk pengintian (coring) yang menggunakan matabor dari intan.
Mesin ini berukuran relatif kecil dan dipasang pakai roda atau batang luncur (skids), ditarik dengan bulldozer, kendaraan 4-wheel drive atau ditarik dengan winch pada tempat yang sulit dijangkau, atau digantung dengan slung di bawah helicopter, atau juga dapat dipreteli menjadi bahagian-bahagian/komponen kecil dan dapat dipikul secara manual.
Gerakan putar dari mesin ditransmisikan pada pipa bor dengan chuck, dan oleh karenanya dapat membor ke semua arah, termasuk ke atas (dari terowongan). Untuk pengoperasiannya sering dipasang kaki tiga dari pipa besi untuk mengendalikan pemasangan/pencabutan batang bor dengan menggantungkannya pada sistem katrol dengan swivel yang disambungkan pada pipa selang untuk menyalurkan cairan pembilas dari pompa lumpur.
Kelemahan dari alat bor ini adalah berkecepatan rendah, terutama sewaktu operasi pengambilan inti (coring operations).
Jenis matabor yang digunakan : blade type, roller type dan matabor intan dan tungsten-carbida. Matabor jenis bilah (Blade type) membor lebih cepat.
Palu pemukul berputar di dalam lubang (Rotary percussion downhole hammers) juga tersedia untuk formasi-formasi yang keras.
Dapat dipasangi bumbung inti jenis tripple stationary inner split tube yang ditarik talikawat.
Beberapa merk alat bor Diamond Drilling Rig :
Altas-Capco, dengan triple yang simple
Longvear dan Tone, berbagai ukuran :
1. Junior
2. Ly 24,34,38,44-(kapasitas 100 – 900 m)
Tone : U.U.5 (75 m), T.AS 70 dan lain-lain.

Mesin Bor Rotari (Rotary Drilling Rigs)

Jenis alat bor ini dinamakan demikian karena gerak putar dari sumber penggerak/mesin ditransmisikan pada batang bor dengan meja putar (rotary table), sehingga hanya dapat membor ke vertikal ke bawah.
Alat pemboran yang digolongkan jenis ini pada umumnya lebih besar dan berkekuatan lebih besar, harus dipasang pada truk dan tidak cocok untuk lokasi-lokasi yang sulit dicapai. Alat pemboran jenis ini juga termasuk pemboran untuk minyak dan gasbumi.
Pada umumnya digunakan untuk operasi tanpa pengambilan inti (noncoring operation). Kecepatan pemboran tinggi, terutama jika tidak dilakukan pengambilan inti, namun jika diperlukan bumbung inti (core barrel) dapat dipasang.

Berbagai jenis Alat Bor Rotari
Mayhew 1000 Rig; Alat ini dipasang pada truk (6 X 6 Cusromline Carrier Truck), memakai lumpur berbasis air atau udara dengan menggunakan kompressor berkapasitas rendah. Kecepatan tembusnya sangat tinggi (175 m/hari tanpa pengintian, 35 m/hari dengan pengintian).
Biaya $ 22.15/hari tanpa pengintian.
$ 103/hari dengan pengintian.
Dando 250 : Dipasang di atas traktor, yang tidak terlalu stabil sehingga memerlukan dukungan bulldozer.
Alat ini memiliki kompressor berkapasitas tinggi dan dapat dengan mudah mencapai kedalam akhir (TD) 120 m. Namun mempunyai laju tembus (penetration rate) lebih rendah (130 m/hari tanpa pengintian, 30 m/hari dengan pengintian), tetapi lebih murah atas dasar hitungan permeternya.
Biaya $ 15.60/hari tanpa pengintian.
$ 47.50/hari dengan pengintian.

Pemboran Aliran Bilas Balik (Counterflush Drill)

Air pembilas masuk dari casing, keluar melalui pipa bor, membawa conto, yang tidak tercampur dengan rontokan dari dinding lubang bor, namun untuk mendapatkan ke dalam conto ini harus memperhitungkan kecepatan tidak seteliti bor inti.



Pengambilan Conto Dan Perekaman Data Dari Lubang Bor (Drill-Hole Logging)

Tujuan utama dari pemboran eksplorasi adalah mengambil dan merekam data geologi yang ditembus lubang bor. Data ini berupa rekaman catatan hasil pengamatan pada conto batuan, khususnya litologi serta gejala geologi lainnya. Jenis conto yang didapatkan adalah :

Serbuk bor (Cuttings)
Conto ini adalah hasil kerukan dari matabor yang kemudian dibawa oleh air pembilas ke permukaan. Setap kemajuan selang kedalaman tertentu suatu conto yang diambil mewakili selang kedalaman tertentu dan dicatat. Conto ini dibersihkan dan dideskripsikan. Hasil deskripsi conto ini tidak akurat mengingat :
1. Conto tersebut harus menempuh jarak dari kedalaman sampai ke permukaan, sedang dalam waktu yang sama matabor sudah maju lebih dalam lagi. Kedalaman yang diwakili conto itu harus dikoreksi atau disetel terhadap data lain, seperti laju kecepatan pemboran atau log talikawat.
2. Conto tersebut sering tercampur dengan serbuk dari selang kedalaman yang ada di atasnya, sehingga kadangkala diketemukan lebih dari 2 jenis litologi yang berasal kedalaman yang berbeda. Untuk ini persen berbagai jenis litologi ini harus dicatat untuk mengetahui litologi mana merupakan guguran dan mana yang dari kedalaman asli. Untuk ini dapat pula dilakukan pembandingan dengan hasil tafsiran litologi dari log talikawat maupun data lain seperti laju kecepatan pemboran.
3. Conto ini merupakan serbuk, keratan atau hancuran dari batuan, sehingga hanya deskripsi tekstur dan susunan mineral yang dapat diamati, sedangkan gejala-gejala geologi seperti struktur, kekompakan dan lain-lain tidak teramati.
Pengamatan litologi dari serbuk pemboran adalah bersifat baku dalam eksplorasi minyak dan gasbumi, dan juga dilakukan pada pemboran eksplorasi batubara terutama pada selang kedalaman yang tidak dilakukan pengintian. Adakalanya dalam eksplorasi batubara tidak dilakukan pengintian yang disebut openhole, sehingga data geologi didapatkan dari penafsiran log talikawat/geofisika dan dibantu dari pengamatan conto ini. Namun pada pemboran eksplorasi cebakan mineral tidak lazim dilakukan karena lebih mengandalkan pada pengamatan conto inti dilakukan secara penuh dari permukaan sampai kedalaman akhir.

Inti bor (drill core)
Pada eksplorasi cebakan mineral termasuk batubara data geologi biasanya didasarkan atas pengamatan dan pendeskripsian conto inti bor.
Pengintian Penuh (Full Coring). Pengambilan inti dilakukan secara penuh dari permukaan sampai kedalaman akhir pemboran. Ini yang biasa dilakukan dalam eksplorasi untuk cebakan mineral.
Pengintian Setempat (Spot Coring). Pemboran dilakukan sebagai lubang terbuka (open hole) yang kemudian diikuti dengan pengintian hanya dilakukan pada selang kedalaman tertentu yang diinginkan, misalnya beberapa meter di atas zone cebakan dan beberapa meter dibawahnya. Untuk ini sering diperlukan lapisan petunjuk stratigrafi berdasarkan log geofisika dari sumur terdekat yang sengaja dibor sebagai pilot drill hole, untuk operasi ini sering dilakukan pilot and part-coring.
Pengintian Sentuh (Touch Coring). Pengintian dimulai segera setelah matabor mencapai beberapa meter di atas target pengintian (bentuk pengintian setempat yang kurang dapat dipercayai).
Pengintian Inti Terorientasi (Oriented Core Sample). Dengan menggunakan alat tertentu, dimungkinkan dimana orientasi kedudukan asli dari conto didalam tanah dapat ditentukan. Hal ini sering dilakukan untuk mempelajari kedudukan struktur geologi dari lapisan maupun dari rekahan atau jalur-jalur mineralisasi.
Perolehan Inti (Core Recovery). Dalam operasi pengambilan inti pemboran tidak selalu seluruh selang kedalaman dapat diwakili oleh panjang inti yang diperoleh. Hal ini disebabkan kemungkinan gugurnya bahagian bawah dari inti sewaktu diangkat dalam bumbung inti (core barrel). Besarnya perolehan inti (core recovery) dinyatakan dalam persen (% core recovery), dengan mengukur panjang conto inti yang diperoleh dan membandingkannya dengan panjang bumbung. Perolehan inti yang buruk dapat disebabkan karena adanya jalur-jalur retak atau keadaan batuan yang rapuh dan dapat dipakai sebagai indikator untuk keadaan struktur dari batuan, dan menggunakan bumbung inti yang diperbaiki seperti triple tube core-barrel.

Keunggulan dari conto inti pemboran adalah :
1. Pengamatan litologi lebih lengkap dan terperinci sehingga perselingan berbagai jenis litologi, dapat dideskripsi secara rinci, centimeter demi centimeter.
2. Pengamatan rinci dapat dilakukan terhadap struktur maupun tekstur batuan dalam 3-Dimensi, terutama jika menggunakan conto yang terorientasikan, misalnya adanya rekahan, urat-urat kecil, penjaluran mineral (mineral zoning), dsb.
3. Penentuan kedalaman serta selang-selang kedalaman dari berbagai batas perubahan litologi lebih baik daripada serbuk pemboran. Namun masih tetap kurang akurat jika dibandingkan dengan hasil penlogan talikawat, disebabkan kemungkinan perolehan inti yang buruk selain juga terjadinya dekompaksi seperti halnya dalam batubara.
4. Keuntungan conto inti bor ini adalah selain mendapatkan kedalam conto yang lebih teliti, juga dimungkinkan untuk dilakukan uji kualitas yang berkisar luas (wide range of quality test), untuk menentukan sifat-sifat keteknikan batuan, misalnya kekuatan lantai dan atap dari cebakan (batubara) dan batuan penutup (overburden rocks).

Keburukan dari pengambilan conto inti adalah :
1. Operasi pengambilan inti bor sangat memperlambat operasi pemboran, terutama jika tidak menggunakan wireli corebarrel.
2. Harus menggunakan matabor dari intan atau baja tungsten yang lebih mahal daripada matabor jenis lainnya.
Secara keseluruhan pemboran inti jauh lebih mahal dan lebih lambat dari operasi pemboran lainnya, sehingga harus benar-benar diperhitungkan dalam menentukan taktik eksplorasi. Keunggulan jenis data yang diperoleh harus diperhitungkan terhadap biaya yang harus dikeluarkan.



Pemprosesan Dan Penyimpanan Inti Bor

Inti bor dicuci dan dikeringkan, kemudian dipatahkan meter demi meter. Setelah dipatahkan setiap meter maka batang-batang inti disimpan dalam peti kayu/aluminium yang dirancang khusus, dan disusun sedemikian rupa sehingga atas bawahnya jelas, serta kedalamannya diperlihatkan dengan tanda-tanda yang ditulikan dengan spidol pada penyekat antar inti. Waktu dilakukan pengamatan harus hati-hati untuk menempatkan setiap conto dalam urutan, arah dan susunan yang sama.
Batang inti yang akan dianalisa di laboratorium, seperti selang yang termineralisasi inti batuan ini dibelah (split) menjadi 2 (1 dipakai untuk essay, 1 untuk dokumentasi). Conto inti untuk analisa laboratorium harus diambil dari inti yang telah dibelah ini. Penanganan conto inti ini harus dijaga supaya tidak terkontaminasi, terutama yang diperuntukan assay mineralisasi logam. Dalam hal batubara conto inti untuk dianalisa di laboratorium harus segera dibungkus dengan kertas parafin yang kedap udara, untuk menjada kelembaban aslinya (moiture content). Untuk setiap conto yang akan dianalisa di laboratorium perlu dicatat kode nama/nomor lubang bor dan kedalamannya.

Pencatatan/Perekaman Data Bor : Penlogan Lubang Bor
Ada dua cara mencatat atau merekam data geologi yang dihasilkan pemboran :

Penlogan Visual (Visual Logging)
Penlogan visual dilakukan terhadap pengamatan dan deskripsi litologi dari conto serbuk pemboran dan dari conto inti bor. Jika dilakukan pengeboran inti penuh (full core drilling) penlogan dilakukan hanya dari pengamatan conto inti, sedangkan jika dilakukan spot-coring maka hanya bagian yang tidak diinti pengamatan dari serbuk bor yang dicatat. Pencatatan dilakukan dalam kolom-kolom kertas panjang yang disebut Log Pemboran (drilling-log) dan jika khusus berdasarkan inti saja disebut Log Inti (Core-log). Data geologi pada Log Inti tidak terbatas pada deskripsi litologi saja, tetapi menyangkut struktur, mineralisasi dan sebagainya. Selain data geologi juga dicatat data teknis lainnya, seperti data laju kecepatan pemboran, data perolehan inti (core-recovery), keadaan air pembilas, pergantian matabor, selang pengambilan inti-bor, titik-titik penempatan pipa selubung (casing) serta tanggalnya. Setiap jenis catatan pengamatan diberi kolom tersendiri, dan sedapat mungkin dalam bentuk simbol grafis. Khususnya jenis litologi diberi kolom yang di isi simbol grafis, laju pemboran dengan kurva, perolehan inti dalam bentuk kolom sempit yang memperlihatkan % inti terhadap kedalaman. Struktur geologi digambarkan pada kolom litologi maupun dicatat dalam kolom tersendiri, demikian juga selang-selang mineralisasi, jenis mineralisasi serta estimasi persen juga dicatat. Sebetulnya tidak ada standard bentuk log yang baku, tergantung dari jenis cebakan yang dijadikan obyek pemboran, maupun juga tergantung perusahaannya masing-masing. Sering kolom khusus disediakan untuk mencatatkan hasil analisa geokimia atau ‘assays’.
Dewasa ini dengan komputerisasi, data yang direkam diusahakan dalam format digital maupun alfanumerik yang mudah diinputkan dalam suatu database yang disimpan sebagai file dalam disket atau tape, dan setiap waktu dapat dengan mudah dibuatkan log grafis dengan mencetaknya pada rol kertas (paper log print-out), maupun diproses menjadi peta atau penampang geologi.
Log Visual ini sering dikombinasi dengan log Talikawat menjadi log Komposit.

Penlogan Talikawat (Wire-Line Logging)
Penlogan talikawat dewasa ini sudah sangat lumrah dilakukan untuk pemboran inti, terutama untuk batubara. Jenis-jenis log yang dapat dilakukan bisa dibagi dalam :
 Penlogan Geofisika (Geophysical Logging)
 Penlogan Citra (Imaging, hasil dari pemotretan kamera yang diturunkan ke dalam lubang pada tali serat optik dan dapat merekam citra visual sekeliling lubang bor)
 Log orientasi lubang sumur (yang menunjukkan arah dari lubang sumur dalam derajat kemiringan dan azimuth)
Sejak pertengahan tahun tujuh-puluhan penlogan geofisika untuk lubang pemboran kecil telah dikembangkan. Terutama untuk eksplorasi batubara.
1. Penlogan geofisika lebih teliti dalam penentuan kedalaman dari target pemboran terutama dalam hal lapisan batubara daripada penlogan visual dari inti pemboran karena kemungkinan dekompaksi dan pendapatan inti yang buruk.
2. Penafsiran litologi lebih baik dari pengamatan serbuk bor atau pendapatan inti yang buruk.
3. Korelasi antar lubang bor bersifat jauh lebih oojektif daripada log visual.
4. Untuk eksplorasi batubara log geofisika dapat digunakan untuk mengestimasi parameter kualitas batubara.

Jenis-jenis log yang dipakai terutama untuk batubara adalah :
1. Log Radioaktif (gamma, neutron, densitas)
2. Log Listrik (Resistivitas/SP)
3. Log Kaliper

Density Log
LSD ; baik untuk korelasi
HRD ; informasi optimum untuk ketebalan batubara
BRD ; kompromi antara LSD dan HRD
Natural Gamma Log
Menunjukkan kadar lempung
Neutron Log
Merespon terhadap hidrogen, karbon dan kelembaban total moisture, derajat porositas (yang membedakan batupasir dari serpih)
Caliper Log
Jenis log ini memungkinkan untuk memisahkan batuan kompeten dari yang tidak kompeten. Log ini juga digunakan untuk menentukan kelayakan suatu lapisan batubara pada lokasi tertentu untuk dapat dilakukan pengintian, berdasarkan atas derajat keretakannya yang diperlihatkan oleh garis tengah dari lubang bor yang menembus lapisan tersebut.

Dalam eksplorasi batubara log densitas banyak dipergunakan. Ini disebabkan karena :
 Density log dapat menentukan secara teliti selang kedalaman dan ketebalan lapisan batubara yang ditembusnya.
 Density log menghasilkan penentuan kerapatan batuan (density determination) dan dengan demikian menunjukkan kualitas dari lapisan. Kemudian density dikorelasikan dengan lubang bor yang telah diambil intinya dan perkiraan kadar abu dapat diekstrapolasikan dengan lubang bor terbuka yang dilog. Kombinasi dari gamma alami, log densitas dan log neutron memberikan jalan untuk korelasi lapisan batubara serta lapisan sedimen yang menyelubunginya.

PEMBORAN MESIN TUMBUK (PERCUSSION DRILLING)

Jenis mesin pemboran ini sudah jarang dipakai lagi dalam eksplorasi. Batuan dipecah dengan pahat yang ditumbuk, dan conto diambil dengan bailer atau drive sampler. Conto yang didapat tidak murni.
Pemboran dengan jenis ini umumnya digunakan dalam eksplorasi dasar pada soil, gravel, endapan pasir. Dimana sebagian besar batuan yang dihasilkan telah mengalami gangguan, karena proses pemborannya dilakukan dengan menumbuk tanpa menimbulkan moment putar. Hasil dari pemboran tersebut kemudian dibawa ke laboratorium.
Ada berbagai jenis mesin bor perkusi ini, antara lain yang disebut :
 Cable Tool Drilling Rig
 Hammer Drill atau Wagon Drill
 Downhole Hammer Drilling Rig
 Hammer Drilling Rig with Drive Sampler

Alat Bor Tumbuk Talikawat (Cable Tool Rig)
Alat cable tool rig, yang juga disebut churn drilling rig adalah alat bor yang paling tua yang digunakan untuk pemboran minyak maupun eksplorasi mineral, dan kini masih dipakai. Alat ini bentuknya sederhana yang terdiri suatu menara, berbentuk segitiga atau bentuk lain yang pada puncaknya dilengkapi dengan sistim katrol. Pada katrol ini dibentangkan talikawat baja yang disambungkan dengan suatu mesin motor penggerak lewat suatu roda gila sehingga memberikan gerakan turun naik pada ujung talikawat di bawah menara bor ini. Pada ujung talikawat ini digantungkan suatu mata bor berupa pahat yang dilengkapi batang logam sebagai pemberat diatasnya. Penetrasi pada formasi dilakukan dengan menarik talikawat ke atas oleh mesin penggerak, dan kemudian melepasnya sehingga pahat menumbuk formasi di bawahnya. Setelah gerakan ini dilakukan beberapa kali, maka pahat diganti dengan suatu alat pengambil conto yang disebut bailer suatu tabung atau bumbung baja yang dibawahnya diberi sistim katup. Dengan menjatuhkannya bailer ini ke dalam lubang maka hancuran batuan ataupun sedimen lepas masuk ke dalam tabung dan terperangkap oleh katup dan dapat diangkat untuk memperolehnya. Air sering dimasukkan ke dalam lubang bor untuk membersihkan lubang, tetapi tidak dalam tekanan yang terlalu tinggi (maksimum 100 l/menit).

Alat Bor Tumbuk Biasa
Ada beberapa macam alat bor tumbuk ini yang terutama digunakan untuk batuan keras dalam operasi pertambangan. Alat ini biasanya dipasang di atas suatu truk atau traktor, dan sangat mudah dioperasikan dalam segala arah sudut.

Hammer Drill (Bor Palu)
Mesin bor yang juga disebut Wagon Drill (Chaucier dan Morer, 1987) itu terdiri dari palu yang bergerak vertikal dan dipasang sepanjang suatu peluncur (slide) yang dipasang pada suatu kendaraan seperti truk atau traktor. Palu ini memukul-mukul suatu rangkaian batang bor yang pada ujungnya dipasangi suatu matabor. Jenis Wagon Drills yang ringan (Atlas BVB) dapat mencapai kedalaman rata-rata 30 meter dan maksimum 50-60 meter. Jenis Wagon Drills yang besar (Altas Roc 601) rata-rata 70 sampai 100 meter. Conto yang didapatkan adalah serpihan batuan yang ditiup oleh udara yang dikompresikan melalui pipa bor, dan ditangkan diluar oleh alat khusus yang disebut cyclone sample chamber.
Kelemahan dari Wagon Drill adalah perolehan conto yang kecil (5kg/m), karena diameter lubang yang didapatkan adalah 40-50 mm.

Down-Hole Hammer Drill (Alat Bor Palu Dalam Lubang)
Pada alat bor ini palu didapatkan langsung dipasang di atas drive sampler, berbentuk suatu silinder yang bergerak turun naik secara lancar (smooth) dan digerakan oleh udara tertekan dari compressor melalui pipa bor. Mata bor disini dapat pula melakukan gerak rotasi atau putar. Kedalaman rata-rata yang dapat dicapai alat ini adalah 80=100 meter, tetapi dapat pula dirancang untuk mencapai kedalaman 300-1000 meter, dengan menggunakan pipa selubung (casing). Diameter lubang yang dibuat adalah 65-170 mm, sehingga dapat perolehan conto (sample recovery) yang lebih besar daripada Wagon Drill. Namun biayanya 3 sampai 4 kali biaya pemboran permeter daripada Wagon Drill. Hammer Drill jenis ini diklasifikasikan sebagai bor palu ringan (Light Hammer Drill, Ingersoll type).
Bor Tumbuk dengan Drive Sampler
Perkembangan dari bor tumbuk atau percussiun drilling adalah pemasangan apa yang disebut drive sampler sebagai pengganti matabor. Alat bor ini hanya cocok dipergunakan untuk lapisan tanah atau sedimen lepas. Alat ini berupa sepotong pipa dengan ujungnya terbuka dan tajam. Tabung baja ini mempunyai bentuk dengan panjang yang berlainan, kurang lebih 91,44 cm dan diameternya (bagian luar) 7,62 cm. Alat ini dilengkapi dengan cincin (ring) yang gunanya untuk penyesuaian bila diameternya akan mencapai 12,7 cm. Sedangkan pada sampler bagian atas terdapat lubang untuk lewat air/lumpur pemboran, yang dilengkapi dengan katub pengatur, katub ini gunanya untuk :
 Masuknya lumpur pemboran pada saat diangkat
 Mencegah cebakan udara dan air dalam tabung yang akan menjadi pengganggu naiknya conto atau rusaknya conto batuan.
Katup bola pengatur tidak selalu effektif penuh, karena kadang-kadang hal itu akan menyumbat katub dan menahan untuk tetap terbuka. Drive sampler ini yang bertindak sebagai alat bor, mempunyai dinding dengan ketebalan 5 inci, alat ini diselubungi dengan pipa pelindung (casing). Ada beberapa macam peralatan drive sampler, alat ini telah dikembangkan untuk berbagai macam soil, yaitu dengan menggunakan dinding sampler yang tipis. Membuat dinding yang setipis mungkin ini dimaksudkan untuk pengendalian sisipan conto batuan. Banyak juga drive sampler telah dikembangkan untuk berbagai mekanisme guna mendapatkan conto batuan sebaik mungkin.

Pengamanan :
Walaupun bor tumbuk ini biasanya dipasang pada suatu truk atau traktor, namun ada kalanya mesin langsung dipasang diatas tanah. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pekerjaan pemboran yaitu :
Landasan mesin bor, landasan ini harus dipersiapkan dengan letak yang betul. Landasan ini perlu stabil mesinnya bisa selalu dalam keadaan mantap dan dapat menahan mesin bor serta peralatannya. Juga memudahkan operator bekerja dengan leluasa. Ukuran landasanya itu minimum 3,5 X 3,5 meter.
Demikian pula pada pemboran dasar sungai, untuk memudahkan dan keamanan, maka sesuai jaminan perlu dibuat “andang-andang” (scaffolding), dalam suatu rencana pekerjaan pemboran dasar sungai dan ini berarti penambahan biaya maupun waktu.

Keunggulan Bor Tumbuk
Bor tumbuk mempunyai keunggulan karena dapat menembus bongkah dalan cebakan pasir/kerikil dengan cepat dengan memecahkannya, conto yang didapatkan dalam drive sampler atau bailer cukup akurat dan relatif murah dan peralatannya cukup sederhana.
Pekerjaan ikutan sehubngan dengan pemboran tumbuk memberikan keunggulan sebagai berikut :
 Dapat mengukur Bulk Density dari tanah, lempung (clay), pasir (sand), kerikil (gravel) dan lain-lain, dalam keadaan asli di lapangan.
 Dapat mengukur koefisien perbandingan antara tanah terpadat dengan yang tak terpadat langsung di lapangan.

Pengamatan dan Perekaman Data Geologi
Diskripsi litologi hasil pemboran
Setiap conto yang diambil dari bailer harus langsung diamati seketika itu juga mutlak dikerjakan oleh geologist di lapangan maupun kemudian diverifikasi di laboratorium. Mengingat conto hasil pemboran tumbuk pengamatan khusus meliputi :
a. Mengenai berbagai jenis batuan yang mudah pecah dan yang mudah menyambung kembali.
 Litologi (warna, tekstur dsb), sifat kelunakan, kepadatan dan perlapisan.
 Banyaknya air yang terkandung dalam batuan tersebut.
 Keterangan mengenai batuan dari seluruh yang pecah seperti, sifat kebulatan, prosentase jenis batuan dari keseluruhan volume jenis batuan itu, juga keterangan dari sudut petrografi.
 Keterangan-keterangan mengenai keistimewaan setiap lapisan batuan seperti kadar humus dalam suatu lapisan batuan, perubahan warnanya dan lain-lain.
 Pengambilan macam-macam batuan tersebut seperti tempat pengambilan batuan, susunan struktur batuan yang rusak dan struktur batuan yang tidak rusak.
b. Mengenai berbagai jenis batuan yang keras sampai agak keras dalam suatu lapisan batuan.
 Litologi (warna, tekstur dsb), dari fragmen batuan dan semen batuan. Keterangan mengenai zat-zat kecil yang terkandung dalam batuan seperti susunan mineralogi, bentuk dan ukuran maupun letaknya, perubahan-perubahan yang mungkin ada.
 Tingkat kekerasan batuan dan prosentase pengambilan dari lubang bor.
 Tingkat kerusakan dan lain-lain.

Perekaman/Catatan Data Pemboran
Setelah diadakan pengamatan batuan seperti ini kemudian dilakukan pencatatan, catatan ini harus akurat, nyata, jelas, sistematis dalam format yang telah ditentukan serta bisa dijadikan dokumen yang dijamin kelamaannya. Pencatatan dilakukan pada format yang sudah tersedia yang disebut log, yang dan pencatatan dilakukan pada kolom-kolom dan kedalaman yang bersangkutan.
Pemerian batuan hasil pemboran ini akan menghasilkan catatan ringkas yang sebagian akan dimasukkan dalam Boring record, kadangkala disebut Drilling Record atau Drilling Log.

Penyimpanan Conto (Sample Storage)
Demikian pula tentang penyimpanan conto (sample) hasil pemboran, diberi kolom-kolom sesuai dengan pengambilan sample sehingga kelak bila diadakan pemerian ulang tidak akan terjadi kericuhan.
Pada proses pengeboran peranan lumpur bor (drilling mud) sangat penting, karena lumpur pengeboran ini memiliki beberapa fungsi, yaitu :
a. Mengangkat serbuk bor ke permukaan, hal ini sangat penting sebab juka serbuk pengeboran tidak terangkat ke permukaan maka dapat menyebabkan buntunya saluran pengeboran dan akhirnya dapat menyebabkan terjepitnya pipa bor.
b. Mendinginkan dan melumasi pahat/biit dan rangkaian pipa bor; proses pendinginan dan pelumasan pada sebuah kegiatan pengeboran tidak boleh diabaikan sebab jika proses ini diabaikan dapat mengakibatkan lelehnya biit atau rangkaian pipa akibat gesekan dengan bidang bor, terlebih lagi jika kita menggunakan kecepatan rotasi tinggi dan dibarengi dengan pelumasan yang tidak baik maka hal ini akan lebih mempercepat lelehan bit.
c. Mengontrol tekanan formasi; dengan lumpur bor yang baik maka tekanan formasi dapat terkontrol dengan baik, oleh karena itu perbandingan antara lumpur dengan air harus seimbang, lumpur tidak boleh terlalu kental atau terlalu encer.
d. Mencegah runtuhnya dinding lubang bor; dengan adanya lumpur bor yang baik dapat membantu penyanggan dinding sehingga keruntuhan dinding dapat kita hindari.
e. Melapisi dinding lubang bor dengan kerak lumpur; dengan teknologi yang ada kita dapat membuat lumpur bor yang dapat mengering pada dinding lubang bor sehingga dapat mengurangi longsor pada dinding bor.
f. Menahan serbuk bor dan material-material pemberat dalam bentuk suspensi bila sirkulasi atau pemboran dihentikan sementara; pada proses pengeboran jika terjadi sesuatu hal yang mengakibatkan sirkulasi lumpur terpaksa harus dihentikan. Kita tidak perlu khawatir terhadap serbuk bor yang mengendap sebab lumpur yang baik akan dapat menahan serbuk pengeboran dalam bentuk suspensi, tetapi jika lumpur bor yang kita gunakan kurang baik kemungkinan material pemberat dan serbuk bor mengendap cukup besar dan kemungkinan terjepitnya rangkaianpun menjadi besar pula.
g. Mengurangi beban rangkaian pipa bor dan selubung yang ditanggung oleh menara/rig; pengeboran yang dilakukan tanpa lumpur. Bor yang baik, misalnya lumpur bor yang digunakan terlalu encer hal ini akan menyebabkan proses pelumasan kurang berjalan baik adan juga fungsi lumpur bor sebagai pembantu penyanggaan beban yang ditanggung oleh rig juga akan berkurang, oleh karena itu pemilihan lumpur bor harus benar-benar diperhatikan.
h. Untuk media loging I; maksudnya adalah penyampelan dengan bentuk sampel seperti log (silinder).
Berdasarkan bahan dasarnya lumpur bor dapat dibedakan menjadi tida macam, yaitu :
1. Lumpur dasar air tawar (fresh water base mud)
2. Lumpur dasar air asin (salt water base mud)
3. Lumpur dasar air minyak (oil water base mud)
Selama proses pengeboran berlangsung tentunya tidak terlepas dari masalah, masalah yang mungkin timbul selama pengeboran diantaranya :
a. Semburan liar, semburan liar biasanya terjadi pada pengeboran minyak bumi. Hal ini terjadi saat bor kita menembus batauan pengurung gas sehingga gas menekan lumpur bor ke atas dan gas akhirnya keluar permukaan. Jika pada saat pengeboran terjadi sembur liar sebaiknya kita segera meninggalkan lokasi pengeboran untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Runtuh dinding, runtuhnya dinding dapat disebabkan oleh kondisi batuan yang kurang stabil atau dapat pula disebabkan oleh penggunaan lumpur yang kurang tepat.
c. Hilang lumpur (mud loss) :
- Lumpur di dalam lubang sumur hilang atau masuk ke dalam lapisan sebagian atau seluruhnya.
- Dapat terjadi karena berat jenis lumpur bor terlalu besar, sehingga tekanan lumpur lebih besar dari tekanan lapisan.
- Hilangnya lumpur dapat diikuti oleh blow out.
d. Sloughing shale, dinding sumur disekitar lapisan shale (serpih) mengembang sehingga menyempitkan atau menyumbat lubang bor, pengembangan lapisan shale terjadi karena shale bereaksi dengan air yang berasal dari lumpur pengeboran, kejadian ini dapat mengakibatkan terjepitnya rangkaian pipa bor.
e. Bit leleh, lelehnya bit atau mata bor yang dapat terjadi akibat kurang lancarnya proses pelumasan atau putarannya terlalu tinggi.
f. Rod putus, putusnya rod dapat diakibatkan dari sloughing shale yang mengakibatkan rod terjepit sedangkan putaran tidak dihentikan.
g. Rangkaian pipa yang terjepit, hal ini dapat terjadi jika viskositas diperbesar, tekanan fluida besar atau dapat pula disebabkan oleh sloughing shale.

pemboran

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jenis metoda pemboran dibedakan berdasarkan :
• Mekanisme Pemboran
• Sirkulasi Fluida Bor
• Jenis Fluida bor yang digunakan

Berdasarkan mekanisme pemboran, metode pemboran dapat dibagi menjadi :
• Pemboran Tumbuk (Percussive Drilling)
• Pemboran Putar (Rotary Drilling)
• Bor Putar Hidraulik (Hidraulic Rotary)

Berdasarkan sirkulasi fluida, metode pemboran dapat dibagi lagi, yaitu :
• Sirkulasi Langsung (Direct Circulation)
Fluida bor dipompakan dari mudpit ke mata bor melalui bagian dalam stang bor kemudian kembali lagi ke permukaan akibat tekanan pompa melalui
rongga anulus.
• Sirkulasi Terbalik (Reverse Circulation)
Fluida bor dari mudpit bergerak melalui rongga anulus, kemudian kembali lagi ke permukaan akibat gaya hisap pompa melalui bagian dalam stang bor.

B. Metode Penelitian
Metode yang dipakai adalah metode kualitatif yakni sumber–sumber yang di dapatkan melalui kepustakaan/berdasarkan buku yang di baca dan melalui media elektronik (internet). Kemudian mengumpulkannya dan menjadikannya menjadi sebuah makalah dengan judul “Metode Pemboran”

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pemboran adalah salah satu kegiatan penting dalam sebuah industri pertambangan. Kegiatan pemboran biasanya dilakukan sebelum diadakannya penambangan.
Adapun kegiatan pengeboran antara lain :
a. Pemboran Geotek adalah untuk menentukan karakteristik tanah dan batuan, dalam beberapa hal digunakan untuk memperoleh informasi tentang kondisi alami dan posisi mauka air tanah.
b. Pemboran Kontruksi adalah untuk menetukan batas antara batuan dasar (base meaf) dan batuan diatas yang umumnya sudah mengalami deformasi pelapukan.

B. Tujuan Dari Pengeboran
Tujuan dari pengeboran yaitu antara lain :
a. Explorasi tubuh bijih
b. Informasi stratigrafi
c. Survey seismik (pembacaan gelombang pada batuan)
d. Verifikasi interpretasi geofisika dan geokimia
e. Kontrol kadar bijih
f. Perhitungan cadangan bijih
g. Deskripsi tubuh bijih (penyebaran, bentuk, butir dll)

C. Metode Pemboran
Berdasarkan mekanisme pemboran, metode pemboran dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
• Pemboran Tumbuk (Percussive Drilling)
• Pemboran Putar (Rotary Drilling)
• Bor Putar Hidraulik (Hidraulic Rotary)

• Pemboran Tumbuk (Percussive Drilling)
Dioperasikan dengan cara mengangkat dan menjatuhkan alat bor berat secara berulang-ulang kedalam lubang bor sehingga lubang bor terbentuk akibat mekanisme tumbukan dan beban rangkaian bor.


























Bor Tumbuk (Australia Drilling Industry, 1996)





• Pemboran Putar (Rotary Drilling)
Lubang bor dibentuk dari pemboran dengan mekanisme putar dan disertai pembebanan.



















Bor Putar (Australia Drilling Industry, 1996)


• Bor Putar Hidraulik (Hidraulic Rotary)
Dimana lubang bor dibentuk dari kombinasi antara mekanisme putar, tekanan hidraulik, dan beban setang bor.























Bor Hidraulik (Australia Drilling Industry, 1996)






D. Kelebihan dan Kekurangan Mesin Bor Tumbuk Dibandingkan Mesin Bor Putar

• Kelebihannya antara lain :
 Ekonomis (murah, biaya operasi rendah, biaya transportasi murah, persiapan rig cepat).
 Menghasilkan contoh pemboran yang lebih baik
 Lebih mempermudah pengenalan lokasi
 Tanpa sistem sirkulasi
 Kemungkinan kontaminasi karena pemboran relatif kecil

• Kekurangannya antara lain :
 Kecepatan laju pemboran rendah
 Sering terjadi putusnya sling





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan mekanisme pemboran, metode pemboran dapat dibagi menjadi :
• Pemboran Tumbuk (Percussive Drilling)
• Pemboran Putar (Rotary Drilling)
• Bor Putar Hidraulik (Hidraulic Rotary)

• Kelebihannya bor tumbuk dengan bor putar antara lain :
 Ekonomis (murah, biaya operasi rendah, biaya transportasi murah, persiapan rig cepat).
 Menghasilkan contoh pemboran yang lebih baik
 Lebih mempermudah pengenalan lokasi
 Tanpa sistem sirkulasi
 Kemungkinan kontaminasi karena pemboran relatif kecil

• Kekurangannya bor tumbuk dengan bortumbuk antara lain :
 Kecepatan laju pemboran rendah
 Sering terjadi putusnya sling

mekanika tanah

KUAT GESER TANAH DAN ANALISIS STABILITAS LERENG

1. KUAT GESER TANAH

Sebagai suatu bahan konstruksi teknik, tanah adalah bahan yang tidak dapat menahan tarik, dan juga diperhitungkan tidak dapat menahan desak. Semua bahan yang bekerja pada tanah dilawan oleh kuat geser tanah. Masalah stabilitas pada tanah meliputi antara lain kemampuan tanah memikul beban pondasi, tekanan tanah pasif dan aktif, dan stabilitas lereng.
Kuat geser tanah adalah kemampuan ultimit tanah melawan tegangan geser yang timbul akibat beban yang bekerja pada tanah. Tanah dapat melawan geser dengan dua komponen, yaitu gesekan intern dan kohesi, sesuai dengan persamaan Coulomb:
τ = c + σ tan ø
dengan : τ : kuat geser (kg/cm2)
c : kohesi tanah (kg/cm2)
σ : tegangan normal (kg/cm2)
ø : sudut gesek intern (o)
tan ø : koefisien gesekan
Jika kondisi tanah kenyang air atau ada air dalam tanah (misal bendungan pada saat penuh air berarti ada rembesan air), maka analisis harus dilakukan dengan menggunakan tekanan efektif (σ') dan digunakan parameter ø' dan c'.
Keadaan yang khusus yaitu pada tanah lempung kenyang air tetapi terjadi keruntuhan (longsoran, pergeseran) yang berlangsung secara cepat, maka analisis dilakukan dengan tegangan total.

2. PENGUJIAN KUAT GESER TANAH DI LABORATORIUM
Pengujian laboratorium untuk menentukan parameter kuat geser tanah harus menggunakan sampel tanah yang benar-benar undisturbed (asli), dengan diusahakan pengambilan, pengangkutan dan perawatan yang baik.
Ada beberapa cara pengujian di laboratorium, yaitu:
1. Pengujian Geser Langsung (lihat bahan kuliah Pengantar Geologi dan Mektan).
2. Pengujian Tekan Bebas (lihat bahan kuliah Pengantar Geologi dan Mektan).
3. Pengujian Triaksial :

P




Air silinder/sel transparan


sampel tanah dibungkus karet

batu pori

Pemberi tekanan sel Untuk drainasi dan pengukur tekanan
A pori

Sampel tanah berbentuk silinder dengan perbandingan tinggi : diameter = 2:1 . Sampel dibungkus membran karet, di bawah (biasanya juga di atas) dipasang batu pori untuk dapat mengalirkan air pori atau pengukuran tekanan air pori.
Benda uji dipasang dalam sel transparan (dari perspex). Sel diisi air yang diberi tekanan dengan besar konstan. Tekanan sel (= σ3 = tekanan utama minor) bekerja radial pada seluruh permukaan sampel dan bidang atas sampel.
Dari atas diberi beban yang berangsur diperbesar sampai sampel pecah karena tegangan geser. Dicatat tekanan yang memecahkan tanah yaitu sebesar P/A yang disebut tekanan deviator ∆p.
Jumlah tekanan dari atas yang memecahkan tanah disebut tegangan utama mayor (=σ1). σ1 = ∆p + σ3
Prosedur pengujian diulang minimal 3 kali, dengan sampel berbeda dari tanah yang sama. Dari setiap pengujian akan didapat 1 pasang data, yaitu σ31- σ11 ; σ32 - σ12 ; σ33 - σ13.
Dari 3 data tersebut dibuat 3 buah lingkaran Mohr, kemudian ditarik garis singgung persekutuan terbaik, yang merupakan garis Coulomb. Nilai ø dan c dicari dari garis tersebut. σ1



σα
σ3 τα σ3

α


σ1

Tegangan yang Bekerja pada Pengujian Triaksial.

Dipandang sebuah benda yang menderita tegangan σ1 dan σ3 (sebenarnya 3 dimensi pada arah x, y dan z dengan tegangan utama σ1, σ2, σ3. Untuk pengujian Triaksial σ2 = σ3, tidak dipandang)
Akibat σ1 dan σ3, maka pada benda dengan sudut α bekerja :
σα = …...……………………..(1)
τα = ………………………….(2)
Nilai σα dan τα juga dapat dicari secara grafis menggunakan lingkaran Mohr. Lingkaran Mohr mempunyai diameter σ1 – σ3. Besarnya τ dan σ yang bekerja pada bidang dengan sudut σ dapat diukur seperti gambar.
Jika σ3 konstan dan σ1 dinaikkan sampai tanah pecah, lingkaran Mohr menyinggung garis Coulomb.





τ


τ = c + σ tan ø





τα α 2α
σ





τ



α τ = c + σ tg 



c αkr
σ



Lingkaran Mohr mempunyai diameter (σ1 – σ3)
Persamaan (1) masuk ke persamaan (3)
τα = c + ø ………………………………(3)
Tanah pecah pada suatu bidang jika perlawanan geser di bidang itu minimum, dicari dengan dτ/dα = 0 akan diperoleh tanah pecah pada bidang dengan sudut α kritis.
Apabila : αkr = 45o + …………………………………(4)
Pada kondisi ini lingkaran Mohr menyinggung garis Coulomb. Hubungan antara σ1 dan σ3 pada keadaan ini adalah:
σ1 = σ3 tan2 ( 45o + ) + 2c tan ( 45o + ) ……………..(5)
atau σ1 = σ3 N + 2c

Catatan:
1. Nilai ø dan c dapat dicari dengan 2 persamaan (5) yang diperoleh dari 2 benda uji. Untuk menghindari pengaruh tidak homogennya tanah, digunakan sekurang-kurangnya 3 benda uji dan ø dan c dicari secara grafis.
2. Apabila yang dicari parameter kuat geser tanah terhadap tekanan efektif ø' dan c', maka yang digunakan adalah tekanan efektif σ1' dan σ3' yang diperoleh dengan membaca tekanan air pori u dalam tanah pada saat pengujian yang besarnya:
σ3' = σ3 – u serta σ1' = σ1 – u


Tiga Kondisi Pengujian Triaksial:
1. Unconsolidated Undrained Test (Cara UU)
Pada cara ini tanah tidak dikonsolidasikan terlebih dahulu sebelum pembebanan σ1. Selama pengujian tidak dilakukan drainasi air pori (kran A selalu ditutup) dan pergeseran dengan beban σ1 dilaksanakan dengan cepat. Pengujian ini pada kondisi tekanan total, dan yang akan diperoleh adalah nilai ø dan c. Jadi langsung setelah σ3 bekerja, dapat dikerjakan σ1 tanpa menunggu tanah terkonsolidasi.

2. Consolidated Undrained Test (Cara CU)
Sebelum σ1 diaktifkan, tanah dikonsolidasikan dengan beban σ3. Jadi mula-mula σ3 diaktifkan dan diberi cukup waktu supaya air pori dapat keluar. Setelah konsolidasi mencapai 100%, baru beban vertikal σ1 diaktifkan secara berangsur-angsur diperbesar sampai tanah pecah. Pada pelaksanaan cara ini tidak diadakan drainasi air pori (dengan menutup kran A). Penggeseran dengan σ1 dilakukan secara cepat. Pada pengujian dicatat besarnya air pori dalam tanah, sehingga dapat dicari tekanan utama efektif:
σ3' = σ3 – u dan σ1' = σ1 – u
Cara ini digunakan untuk mencari ø' dan c' bagi jenis tanah pada umumnya, dapat juga untuk mencari ø dan c bagi tanah terkonsolidasi, dimana tidak diadakan pencatatan u dan kran A ditutup.

3. Consolidated Drained Test (Cara CD)
Mula-mula tanah dikonsolidasikan oleh tekanan sel σ3, kran A dibuka dan ditunggu sampai konsolidasi selesai. Kemudian dikerjakan beban vertikal secara perlahan-lahan dan kran A selalu terbuka, sehingga tekanan air pori selalu sama dengan 0 (nol).
Karena nilai u selalu = 0, maka langsung diperoleh σ3' dan σ1', sehingga diperoleh nilai parameter ø' dan c'. Cara ini sesuai untuk pemeriksaan tanah pasiran dengan koefisien permeabilitas k yang tinggi, sehingga proses konsolidasi dan penggeseran “pelan-pelan” sebenarnya berlangsung cepat. Untuk tanah lempung cara ini tidak sesuai karena proses konsolidasi memang harus pelan-pelan (waktunya sangat lama).

Tekanan Deviator
Besarnya tekanan deviator adalah :
∆p =
dengan : P = Gaya aksial pada saat tanah pecah
A = Luas tampang benda uji
Dengan catatan bahwa pada saat pengujian terjadi pemendekan dan pengurangan volume benda uji yang berpengaruh pada luas tampang A.
a. Pada pengujian Undrained, terjadi pemendekan/deformasi dengan volume benda uji tidak berubah. Jika luas tampang mula-mula Ao dan panjangnya lo, tercatat pemendekan sebesar A1, maka :
V = Ao x lo ------------ Ao = V/lo
Pada saat pecah: A = atau A =
b. Pada pengujian Drained selalu diukur pemendekan (dengan arloji ukur) juga dicatat pengurangan volume benda uji (=volume air pori yang keluar), maka:
A =
CONTOH SOAL
1. Hasil pengujian Triaksial kondisi UU (Unconsolidated Undrained) terhadap 3 benda uji adalah sebagai berikut:
No.
Benda Uji Tekanan sel (σ3)
kN/m2 Tekanan Deviator (∆p)
kN/m2
1
2
3 100
200
300 450
560
690
Berapakah nilai parameter kuat geser tanah tersebut ?
Penyelesaian:
Dengan cara UU yang diperoleh adalah parameter ø dan c terhadap tekanan total.
Ada 2 macam cara penyelesaian :
a. Dengan cara garis selubung lingkaran Mohr, dari data di atas didapatkan:
Benda Uji σ3 (kN/m2) σ1 = ∆p + σ3 (kN/m2)
1
2
3 σ3 1 = 100
σ3 2 = 200
σ3 3 = 300 σ1 1 = 550
σ1 2 = 760
σ1 3 = 990
Dari 3 pasang data tersebut dibuat lingkaran-lingkaran Mohr, kemudian ditarik garis singgung bersama yang terbaik.
τ (x100 kN/m2)
_

_

_
5 ø =19,5o
_

_

c = 105 kN/m2 _

_
c σ (x100 kN/m2)






b. Dengan cara modifikasi garis selubung
Persamaan hubungan σ1 dan σ3 pada kondisi runtuh/pecah:
σ1 = σ3 tan2 (45o + ) + 2c tan (45o + ) …………………. (6)
persamaan tersebut sama dengan :
σ1 = σ3 ………………………………(7)
Jika diuraikan akan didapatkan :
½ (σ1 – σ3) = c cos ø + ½ (σ1 + σ3) sin ø ……………………….(8)
jika dimisalkan : c cos ø = d
sin ø = tan β
persamaan di atas menjadi :
½ (σ1 – σ3) = d + ½ (σ1 + (σ1 – σ3) tan β ……………………(9)
Persamaan (9) disebut modifikasi garis selubung, merupakan persamaan linier yang dapat digunakan untuk mencari ø dan c dari beberapa pasang data σ1 dan σ3 , tanpa menggambar lingkaran Mohr (atau mencari ø' dan c' jika dipakai ø' dan c').
Dari data dicari nilai ½ (σ1 – σ3) dan ½ (σ1 + σ3).
σ1 σ3 ½ (σ1 – σ3) ½ (σ1 + σ3)
550
760
990 100
200
300 225
280
345 325
480
645

Plotkan pada grafik dengan absis ½ (σ1 + σ3), ordinat ½ (σ1 – σ3), kemudian ditarik garis lurus penghubung terbaik.

½ (σ1 – σ3)
kN/m2 4_
β=18,5o
3_

2_

1_
d
, , , , , , , , , ,
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ½ (σ1 + σ3) kN/m2

Diukur dari gambar:
β = 18,5 o
d = 100 kN/m2
maka : sin ø = tan β
ø = arc.sin (tan β)
= arc.sin (tan 18,5o)
= 19,5o
c cos ø = d
c = = = 106 kN/m2

2. Pengujian Triaksial dengan cara Consolidated Undrained terhadap sampel lempung kenyang air dengan pembacaan air pori menggunakan benda uji berdiameter 3,8 cm dan tinggi 7,6 cm. Hasilnya adalah sebagai berikut :
No σ3
( N/cm2 ) Gaya aksial
( N ) Pemendekan
( cm ) Tekanan air pori
( N/cm2 )
1
2
3 15
30
45 250
446
661 0,983
1,006
1,026 8
15,4
22,5

Apa yang dapat dicari dari hasil pengujian ini?
a. Apabila air pori diperhitungkan diperoleh ø' dan c', tetapi jika tekanan air pori tidak diperhitungkan diperoleh nilai ø dan c bagi lempung yang sudah berkonsolidasi.
b. Mencari ø dan c
Tekanan deviator dihitung dengan rumus ∆p =
dengan A = , dimana Ao = ¼ π . 3,8 2
= 11,341 cm2
lo = 7,6 cm
Dari data di atas dibuat daftar :
A ∆p σ3 σ1 u σ 3' σ1' ½ (σ1' - σ3') ½ (σ1' + σ3')
1
2
3 13,026
13,071
13,111 19,2
34,1
50,4 15
30
45 34,2
64,1
95,4 8
15,4
22,5 7
14,6
22,5 26,2
48,7
72,9 9,6
17,05
25,2 16,6
31,65
47,7

dengan : ∆p = P/A σ3' = σ3 - u
σ1 = ∆p + σ3 σ1' = σ1 – u

Dengan cara garis selubung Lingkaran Mohr :

τ' (N/cm2
5 _

_ ø =29o

_

_
c = 10kN/cm2
_
c σ’
‘ ‘ ‘ ‘ ‘ ‘ ‘ ‘ ‘ ‘



Dengan cara modifikasi garis selubung :

½ (σ1 – σ3)
N/cm2 4_
β=26o
3_

2_

1_

d = 8 N/cm2 , , , , , , , , , ,
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ½ (σ1 + σ3) N/cm2

maka : ø ' = arc sin (tan 26o)
= 29o
c' = d/cos ø'
= 8/cos 29o
= 9,2 N/cm2
Catatan :
1. Pengujian Triaksial cara UU terhadap lempung kenyang air akan diperoleh hasil sebagai berikut:
τ




c

σ
Ini menunjukkan bahwa terhadap tekanan total, lempung kenyang air selalu mempunyai ø = 0.
2. Pasir bersih bersifat mudah didrainasi dan konsolidasi berlangsung cepat. Maka pengujian triaksial bagi pasir bersih selalu dapat dianggap diuji secara CD, meskipun pelaksanaannya cukup cepat, tentu saja kran drainasi selalu terbuka. Hasil pengujian secara CD terhadap pasir bersih adalah sebagai berikut:
τ'
ø'





σ'



3.3. STABILITAS LERENG
Lereng adalah tanah dengan permukaan miring, dapat berupa lereng alam atau lereng buatan, yang berupa hasil galian atau timbunan, seperti tebing sungai, tebing jalan, tanggul atau bendungan.
Pada suatu lereng, tanah selalu cenderung akan longsor ke bawah. Longsor berarti terjadi pergeseran tanah bagian atas dengan yang di bawahnya, akibat dorongan berat sendiri. Pada kondisi tertentu dibantu oleh dorongan air, gaya gempa dan sebagainya.
Longsoran tak akan terjadi selama tegangan geser yang terjadi masih dapat dilawan oleh kuat geser tanah yang berupa gesekan dan lekatan.
Contoh lereng sederhana :
W

L
  bidang longsor

Gaya W dapat diuraikan menjadi dua komponen :
a. searah bidang gelincir merupakan gaya dorong longsoran : T = W sin β
b. tegak lurus bidang gelincir merupakan gaya normal : N = W cos β
Gaya yang melawan terjadinya longsoran adalah resultan kuat geser tanah sepanjang bidang L yang terdiri atas:
a. lekatan : S1 = L • c
b. gesekan : S2 = N • tg ø
= (W cos β) tg ø
c dan ø adalah parameter kuat geser tanah pada bidang longsor.
Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang melawan longsoran dengan gaya yang mendorong longsoran.

1 . Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Datar.
a. Lereng tak terhingga (infinite slope)
Tanah akan longsor pada suatu bidang yang sejajar dengan permukaan lereng jika pada kedalaman H terdapat lapisan keras dengan kemiringan permukaan yang sama. Lereng semacam ini disebut lereng tak terhingga karena mempunyai panjang yang jauh lebih besar dibanding dengan kedalamannya (H).


b


W H
N B

T
bidang longsor (lapisan keras)

b/cos β
 


Ditinjau 1 m tegak lurus bidang gambar :

Berat elemen tanah : W = b.H.

Gaya berat W diuraikan menjadi :
T = W sin β =  .b.H. sin β
N = W cos β =  .b.H cos β
Tekanan vertikal pada bidang longsor (bidang AB) persatuan lebar adalah :

(10)
Tegangan geser yang mendorong longsor pada bidang longsor persatuan lebar adalah :

(11)

Dalam kondisi seimbang, tegangan geser yang melawan pada bidang longsor adalah :

(12)

Persamaan Coulomb :
d = cd + tg d (13)

dengan :
tg d = tg F
cd = cF
Substitusi persamaan (10) dan (12) ke persamaan (13) diperoleh :
 H cos β sin β = c/F +  H cos2 β tg /F)
Diperoleh nilai Faktor aman (F) :
F =
dengan :
c : kohesi tanah
 : sudut gesek dalam tanah
 : sudut kemiringan lereng
 : berat volume tanah
H : kedalaman maksimum.

Lereng dalam kondisi kritis akan longsor jika F = 1, maka kedalaman tanah maksimum (H kritis) dapat diperoleh :
Hc =
Untuk tanah granuler, nilai c = 0, berarti lereng masih dalam kondisi stabil selama β < ø .
Keadaan jika ada rembesan air , dengan muka air sama dengan muka tanah, maka nilai faktor aman :
F =

b. Lereng terbatas (finite slope)
Tanah akan longsor pada bidang permukaan lereng jika suatu tanah timbunan diletakkan pada tanah asli yang miring, di mana pada lapisan tanah asli masih terdapat lapisan lemah yang berada di dasar timbunannya.
W tanah timbunan

L H
  bidang longsor


Tinggi H yang paling kritis (pada saat F = 1) adalah :

Hc =
dengan :
Hc : tinggi lereng kritis
 : sudut kemiringan lereng
 : sudut longsor terhadap bidang horisontal
c : kohesi tanah
 : sudut gesek dalam tanah
 : berat volume tanah.

2. Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Berbentuk Lingkaran.
Pada lereng tanah homogen, longsoran pada umumnya berbentuk garis lengkung, berupa lengkung lingkaran, log spiral, atau parabol. Untuk mempermudahkan dalam analisis hitungan biasanya dianggap sebagai lengkung lingkaran.
Beberapa jenis longsoran :






(1) longsor-lereng (2) longsor-kaki (3) longsor-dasar

(1) Longsor-lereng, biasanya terjadi jika tanah lereng tidak homogen.
(2) Longsor- kaki terjadi pada tanah ( ø – c ) pada umumnya, atau pada tanah c ( ø = 0 ).
(3) Longsor-dasar terjadi pada tanah c dengan sudut lereng landai dan lapisan keras terdapat lebih dalam dari kaki lereng.
Lokasi garis longsor akan memilih melewati bidang yang terlemah yang sebelumnya tidak diketahui. Maka analisis stabilitas lereng harus dilakukan dengan mencoba-coba banyak lingkaran kemungkinan dengan berbagai titik pusat dan jari-jari. Untuk setiap titik pusat ditinjau beberapa lingkaran dengan jari-jari yang berbeda. Terhadap setiap lingkaran dihitung nilai faktor amannya (F). Dari berbagai nilai F tersebut dapat diketahui nilai F terkecil. Lereng dianggap stabil, jika F terkecil memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu :
- untuk tinjauan tanpa gempa, F ≥ 1,50
- untuk tinjauan dengan gempa, F ≥ 1,20
Garis lingkaran dengan nilai F terkecil merupakan bidang kritis bagi lereng tersebut.

O1



r1

r3

r2





a. Analisis Stabilitas Lereng Tanah Kohesif ( ø = 0 )
Jika lereng berupa tanah kohesif murni, analisis dapat dilakukan secara langsung. Dihitung keseimbangan momen terhadap titik pusat O. Hitungan terhadap kuat geser tanah pada tekanan total.
O
α r

C B
x

r

W

c
A




Ditinjau sebuah lingkaran seperti gambar di atas. Ditentukan letak titik pusat O dan jari-jari r. Diukur / dihitung sudut α, luas bidang ABC, letak titik berat luasan ABC terhadap O (= x).
Untuk lebar = 1 meter
Gaya dorong (W) = (Luas bidang ABC) . 
Momen dorong = W • x
Gaya lawan (lekatan sepanjang AB) = L • c
= ( α/360 • 2•π•r ) • c
Momen lawan = (L • c)• r
Faktor aman, F =
=
Catatan:
Bagi lempung sering kali perlu diperhitungkan pengaruh retakan yang terjadi akibat susutnya tanah. Ini akan memperkecil faktor aman.


z

P
l

Dalamnya retakan = z
Keadaan terjelek adalah jika retakan berisi air, sehingga ada gaya hidrostatis sebesar P.
P = ½ • z2 • γw
Adanya retakan ini akan mengurangi panjangnya garis l, sedangkan gaya hidrostatis P akan menambah besarnya momen dorong ( = P x lengan ).

b. Analisis Stabilitas Lereng Tanah Φ – c yang Homogen
Jika lereng berupa tanah ø – c homogen, tanpa gaya gempa dan rembesan, analisis dapat dilakukan dengan cara Angka Stabilitas / stability number (Cara Taylor).
Cara ini masih dapat dipakai jika ada rembesan, tetapi hanya sebagai cara pendekatan. Biasanya digunakan untuk analisis lereng bukan bendungan, misalnya lereng untuk jalan, lereng saluran, timbunan badan jalan, dsb. Cara Taylor ini masih dapat digunakan bagi tanah kohesif murni ( tanah c, ø = 0 ) tetapi tidak bagi tanah non kohesif murni ( tanah ø, c = 0 ).
Taylor mengadakan penelitian dan menghasilkan tabel dan nomogram / grafik hubungan antara variabel-variabel yang terkait terhadap stabilitas lereng yaitu:
- Ukuran lereng : tinggi H dan sudut lereng β
- Parameter tanah : berat volume γ, kohesi c dan sudut gesek internal ø
- Untuk lereng tanah c ( ø = 0 ) dengan β < 53o ditambah dengan faktor kedalaman Df (untuk lapisan tanah kuat)
- Masih ditambah faktor aman F





H H
H+D

β

D


Kondisi umum Khusus untuk tanah c dengan
 < 53o dan nilai D = 1-∞

Df =

Tiga dari variabel-variabel tadi, yaitu c, γ, dan H digabung menjadi angka stabilitas N:
N =
Maka menjadi tinggal 4 variabel : N, β, ø dan Df yang digambarkan dalam nomogram atau tabel dari Taylor (lihat gambar). Dengan nomogram tersebut dapat dianalisis stabilitas lereng, biasanya adalah:
a. Diketahui H dan β (dan parameter tanahnya), ditanyakan faktor aman F.
b. Diketahui H, ditetapkan F, ditanyakan β
c. Diketahui β, ditetapkan F, ditanyakan H

Tabel Angka Stabilitas Taylor (N)
Ø
 0o 5 o 10 o 15 o 20 o 25 o
90 o
75 o
60 o
45 o
30 o
15 o 0,261
0,219
0,191
0,170
0,156
0,145 0,239
0,195
0,162
0,136
0,110
0,068 0,218
0,173
0,138
0,108
0,075
0,023 0,199
0,152
0,116
0,083
0,046
- 0,182
0,134
0,094
0,062
0,0625
- 0,166
0,117
0,079
0,044
0,009
-
Tabel Nilai N untuk Lereng Tanah Kohesif (  = 0 )
dengan Perbedaan Faktor Kedalaman
Sudut Lereng
(o) Angka Stabilitas ( N )
Faktor Kedalaman ( Df )
1 1,5 2 3 4
90
75
60
53
45
30
22,5
15
7,5 0,261
0,219
0,191
0,181
0,164
0,133
0,113
0,083
0,054


0,181
0,174
0,164
0,153
0,128
0,080


0,181
0,177
0,172
0,166
0,130
0,107


0,181
0,180
0,178
0,175
0,167
0,140


0,181
0,181
0,181
0,181
0,181
0,181


CATATAN :
1. Pengaruh faktor aman F
Faktor aman F diperhitungkan terhadap kohesi c dan sudut gesek internal ø sebagai berikut:
- kohesi desain cd diambil cd =
- sudut ø desain diambil tg ød =
2. Pada analisis lereng tebing saluran dapat ditinjau 3 kondisi:
a. Saluran selesai dibuat/digali (belum ada air).
Berat volume tanah yang diperhitungkan sesuai keadaan yang ada : kering (γk), basah (γb) atau jenuh (γsat).
Jika ada kemungkinan dipengaruhi hujan, diambil yang paling tidak menguntungkan, yaitu γsat.
b. Saluran terisi penuh air.
Tanah tebing dianggap seluruhnya terendam, hitungan menggunakan γ'.
c. Keadaan air saluran turun mendadak.
Jika mula-mula saluran penuh air, kemudian karena sengaja atau tidak air saluran turun sampai habis, maka bagi tanah rapat air (tanah lempungan) diperlukan waktu cukup lama bagi air untuk dapat keluar dari pori-pori, pada saat ini air tanah di tebing belum turun meskipun saluran sudah kosong.
Perhitungan gaya dorong menggunakan berat volume jenuh γsat, tetapi nilai ø direduksi menjadi ø =
CONTOH SOAL
1. Suatu lereng setinggi 12 m dibuat pada tanah yang mempunyai γ = 1,88 t/m3, ø = 15o , c = 2,5 t/m2. Jika dikehendaki faktor aman F = 1,5, berapa kemiringan lereng?
Dengan F = 1,5 ; maka dipakai cd =
tg ød =
ød = 10,13o
angka stabilitas: N =
untuk N = 0,074 dan ø = 10,13o dari grafik diperoleh β = 31o

2. Sebuah lereng dengan kemiringan 1:1 setinggi 10 m, tanah mempunyai γ = 1,92 t/m3 , ø = 10o, c = 0,3 kg/cm2, berapakah faktor aman lereng ini ?
Untuk memperoleh faktor aman yang sama dari c dan dari ø, hitungan dilakukan secara coba-coba :
Fø = 1  ød = arc tg (
Untuk ød = 10o dan β = 45o dari grafik diperoleh N = 0,108
dengan H = 10 m  N =
0,108 =
cd = 2,07 t/m2
cd = ; dimana diketahui c = 0,3 kg/cm2 = 3 t/m2
Fc = = 1,45 ≠ 1
Fø = 1,2  ød = arc tg ( o
Untuk ød = 8,36o dan β = 45o dari grafik diperoleh N = 0,116
0,116 =  cd = 2,23 kg/m2
Fc = 1,35 ≠ 1,2
F ø = 1,5  ød = arc tg ( = 6,70o
Untuk ød = 6,70o dan β = 45o dari grafik diperoleh N = 0,127
cd = 0,127 • 1,92 • 10 = 2,44
Fc = = 1,23 ≠ 1,5
Untuk mencari F yang sama bagi ø dan c atau F ø = Fc dilakukan interpolasi sebagai berikut:




Fc

1,5

1,4 Jadi F = 1,31

1,3


1,2

1,1


1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 FØ

3. Tanah lempung tebalnya 15 m, di bawahnya terdapat cadas keras. Pada tanah ini dibuat lereng setinggi 5 m dengan kemiringan 30o. Tanah mempunyai γ = 1,8 t/m3, c = 200 kN/m2, ø = 0o. Berapakah nilai faktor aman?
Df =15/5 = 3.
Untuk Df = 3 dan  = 30o dari grafik diperoleh N = 0,177.
N =  cd = 0,177 • 1,8 • 5 = 1,593 t/m2
Fc =

c. Analisis Stabilitas Lereng Tanah Φ – c yang Heterogen
Jika lereng berupa tanah ø – c yang tidak homogen, ada gaya gempa, ada rembesan air dalam tanah (diperhitungkan tekanan air pori), analisis dilakukan dengan cara pias-pias (methods of slices).
Pada cara ini, longsoran juga dianggap garis lingkaran, dicari faktor aman terhadap banyak lingkaran cobaan dengan berbagai titik pusat dan jari-jari, kemudian dicari faktor aman yang terkecil.
















Analisis stabilitas lereng dengan membagi menjadi beberapa pias / irisan vertikal.

1). Cara FELLENIUS
a) Kondisi sederhana : ø – c homogen, tanpa rembesan, tanpa gempa.
Karena tidak ada rembesan maka hitungan pada kondisi tegangan total, dipakai parameter ø – c ( bukan ø' – c' ).
Dipandang tebal tegak lurus bidang gambar = 1 m.
Ditinjau sebuah lingkaran cobaan, yang ditetapkan titik pusatnya.
Pandang sebuah pias :
b
h
W
W cos  W sin 

r
r Ti i
i U


li


A
b = lebar pias
h = tinggi pias (panjang garis di tengah-tengah pias)
α = miringnya garis singgung tengah dasar pias terhadap horisontal,
= sudut pusat 0 terhadap vertikal.
* diambil + di kanan 0 (mendorong)
* diambil – di kiri 0 (melawan)
Dianggap dasar pias garis lurus.
Berat pias : W = luas pias . γ = (b • h) • γ
W diuraikan menjadi 2 komponen, yaitu :
• W sin α = komponen searah dasar
= sumbangan gaya dorong oleh pias yang bersangkutan
• W cos α = komponen normal pada dasar pias
Gaya lawan terdiri atas :
• l . c = lekatan oleh kohesi sepanjang dasar pias
dengan l =
• N tg ø = (W cos α) tg ø = gesekan
Ditinjau keseimbangan momen terhadap titik 0 :
• Momen oleh gaya dorong : Σ (W sin α) . r
• Momen oleh gaya lawan : Σ ( l.c + W cos α tg ø ) . r
Maka faktor aman oleh seluruh pias :
F = =

b) Jika ada tekanan air pori u dalam tanah (misal ada rembesan), hitungan dilakukan terhadap tekanan efektif. Dihitung tekanan efektif u t/m2 di tengah-tengah dasar pias.




ll
W cos α = N
W
u

Gaya u = l x u, bekerja tegak lurus dasar pias tapi arahnya berlawanan dengan N
l =
Maka gaya lawan (kohesi + gesekan) menjadi :
l • c’ + (N – u) tg θ'
l • c’ + ( W cos α – 1 • u ) tg θ'
Faktor aman, F =

c) Jika diperhitungkan gaya gempa
Maka ada gaya tambahan horisontal sebesar : eW yang mendorong membantu longsoran (e adalah faktor gempa, besarnya tergantung lokasi proyek (e = 5% - 25%).
e W
e W sin α α
e W cos α


eW cos α = searah bidang longsor
= membantu gaya dorong
eW sin α = tegak lurus dasar pias, arahnya mengurangi N

Maka faktor aman menjadi
F =
Catatan:
• Untuk pias yang ada di sebelah kiri O (atau di sebelah yang membantu melongsorkan), sudut α diberi tanda negatif.
• N = W cos α → tetap + untuk α negatif maupun positif
• T = W sin α → jika α negatif maka T negatif (membantu gaya lawan).
• u tidak terpengaruh α → selalu mengurangi N.
• Terhadap gaya gempa :
Komponen Te = e W cos α , menambah gaya dorong
Komponen Ne = e W sin α, jika α negatif menambah gaya.
2). Cara BISHOP

b

Xi Xr
Ei W Er
Ui Ur
r
r Ti i
i U
Ni

li




Besarnya angka aman (SF ) untuk lereng :
dengan :
r : jari-jari lingkaran longsor (m),
Wi : berat tanah pada pias ke-i = bi . hi.  (KN),
n : jumlah pias,
bi : lebar pias ke-i (m),
hi : tinggi pias rerata ke-i (m),
i : sudut irisan ke-i ( ),
c : kohesi tanah (kN/m²),
 : sudut gesek tanah efektif ( )
 : berat volume tanah (kN/m³),
ru : nilai banding tekanan air pori
=
e : koefisien gaya gempa.

CATATAN :
Pada stabilitas bendungan, kondisi kritis yang ditinjau adalah:
a. Pada saat dibangun.
Dianalisis stabilitas lereng hulu maupun hilir. Pada keadaan ini tidak ada air rembesan, namun seringkali dianggap bahwa untuk tanah rapat air (bagian inti) ada tekanan air pori (u) akibat pemadatan tanah terhadap tanah dengan kadar air optimum dan karena tekanan oleh berat sendiri. Biasanya u dianggap sebanding dengan berat tanah, yaitu:
u = ru • γ.h
dengan :
γ.h = berat tanah setinggi h per satuan luas
ru = pore pressure ratio
= ratio tekanan air pori, tergantung jenis tanah (0,4 – 0,6)
b. Pada keadaan waduk penuh.
Merupakan kondisi kritis bagi lereng hilir pengaruh rembesan air. Tekanan air pori dihitung dari garis rembesan dan gambar flownet.
c. Kondisi waduk turun mendadak:
Ini merupakan keadaan kritis bagi lereng hulu. Kondisi air dalam tubuh bendungan (bagian inti) masih tetap seperti adanya rembesan air penuh, tetapi ada perubahan dari garis aliran dan garis ekipotensial.
Terlihat bahwa air dalam pori tanah di bagian hulu berubah hendak mengalir ke hulu.